Minggu, 25 Juli 2010

Menemukan Kebaikan Di Mana-Mana : By Gede Prama

Ada sebuah keluhan yang hampir selalu muncul di setiap pembicaran tentang stres. Tanpa mengenal kondisi dan situasi, ada banyak orang yang mengeluhkan peran orang lain. Dari tuduhan orang lain itu tidak mau mengerti, cenderung menipu, jahat, tidak mau membantu, bikin kesal, sampai dengan tuduhan orang lain sebagai biang stres. Ada bahkan yang menyebutkan bahwa dirinya jarang sekali bertemu orang baik.

Izinkan saya membagi eksperimen saya dalam kehidupan. Hampir setiap minggu saya terbang. Dan sekretaris saya hafal betul, kalau sebelum melakukan confirm terhadap tiket, ia harus menemukan tempat duduk agak di depan dan di lorong. Dulu, sering sekali setiap check in di bandara, saya menginformasikan bahwa sekretaris saya sudah book tempat duduk di depan dan lorong. Dan sering kali juga tidak kebagian tempat yang saya inginkan. Tidak jarang hati inidibuat kesal. Sempat mengira kekeliruan ada di sekretaris. Namun, belakangan pendekatan saya dalam melakukan check in dirubah. Tidak lagi menyebutkan bahwa sekretaris sudah book tempat

Hidup Secukupnya : by Gede Prama

Pemburu-pemburu kenikmatan. Mungkin itu sebutan yang tepat bagi tidak sedikit orang yang hidup di zaman modern ini. Mereka yang mempercayai kapitalisme sebagai mesin pendorong peradaban, malah menyebut kenikmatan sebagai awal dari pertumbuhan dan kemajuan. Kalau tanpa kenikmatan, bukankah semuanya jadi tidak hidup dan stagnan ? Demikianlah kira-kira pertanyaan awal mereka dalam melakukan pencaharian.

Dari sinilah kemudian lahir setiap hari jutaan pemburu kenikmatan. Ada yang memburunya melalui jalur seks. Ada yang mencarinya melalui hobi seperti motor gede, mobil built up, main golf, rumah mewah secara amat berlebihan. Ada yang mengejarnya melalui tangga-tangga kekuasaan. Serta masih banyak lagi yang lainnya. Digabung menjadi satu, benar kata kaum kapitalis, kenikmatanlah awal dari kemajuan dan pertumbuhan.

Bukan kapasitas saya untuk meninjau persoalan ini secara ekonomi maupun sosiologi. Sebagaimana biasa, saya akan mengajak Anda berefleksi atau bercermin. Bukan untuk membenarkan atau menyalahkan kehidupan seperti ini, namun untuk menarik garis merah kehidupan ke depan dari sini.

Sabtu, 24 Juli 2010

Melampaui Suka Dan Duka BY GEDE PRAMA

Kalau sejarah manusia, dibentangkan dalam kurun waktu yang panjang dan lama, bisa jadi kebanyakan ditandai oleh siklus menaik dan menurun. Dalam spekulasi fikiran saya, mungkin tidak ada sejarah yang tidak ditandai siklus naik turun.

Coba perhatikan, kebanyakan manusia lahir sebagai anak-anak lengkap dengan sifat kekanak-kanakannya. Kemudian tumbuh dewasa – sebagian malah amat berkuasa, namun bagaimanapun hebat kekuasaannya, toh harus melewati masa-masa senja yang kekanan-kanakan lagi.

Demikian juga kisah banyak bangsa. Jepang, sebagai contoh, runtuh oleh kekalahan perang, kemudian pelan-pelan bangkit sebagai perekonomian yang berbasiskan barang murah dan kualitas rendah. Sekarang, sebagaimana kita tahu bersama, ia menjadi kekuatan ekonomi yang menentukan.

Di tengah-tengah sejarah yang by nature ditandai oleh siklus naik turun ini, kebanyakan orang hanya menjadi ‘korban tidak berdaya’. Tatkala sejarah bergerak naik, tawa, bahagia yang kerap disertai kesombongan dan kecongkakanlah sahabatnya. Ketika sejarah bergerak turun, kesedihan dan air mata bergelimang di mana-mana. Jarang bahkan teramat jarang terjadi, ada manusia yang berhasil keluar dari perangkap naik turun ini.

Sabtu, 17 Juli 2010

Kaya Dengan Cara Berbagi ; by Gede Prama

Kaya Dengan Cara Berbagi Terlanjur memiliki logat bicara seperti orang Batak, membuat banyak sahabat asli Sumatera Utara sana mudah akrab dengan saya. Salah satu hasil sampingannya, sering mendapat bocoran tentang lawakan orang Batak. Menurut seorang sahabat yang menghabiskan sekolah dasarnya di tanah Karo sana, suatu waktu guru bertanya dengan nada menguji ke murid : siapa pencipta lagu Indonesia Raya ?. Tidak ada murid yang menaikkan tangan sebagai tanda tidak ada yang tahu jawabannya. Sekali lagi gurunya mengajukan pertanyaan yang sama, karena khawatir pertanyaannya tidak jelas, sekali ini juga tidak ada yang menaikkan tangan.

Kesal dengan perilaku murid yang malas belajar di rumah, guru inipun kemudian menunjuk salah seorang murid sambil bertanya : ‘Ucok, siapa pencipta lagu Indonesia Raya ?. Tentu saja si Ucok yang ditunjuk gelagapan dan ketakutan. Biasa, orang ketakutan kemudian menjawab dengan jawaban ngawur. Dengan spontan, Ucok menjawab : ‘bukan saya Pak !’.

Ketika pertama kali bahan canda ini saya dengar, saya sempat terpingkal-pingkal sebentar. Namun, ketika memasuki banyak perusahaan klien untuk membenahi organisasi mereka, kerap saya bertemu dengan orang dengan jawaban sama : ‘bukan saya Pak !’. Terutama kalau ada kesalahan, hampir semuanya serempak dengan jawaban khas ala Ucok. Untuk kemudian saling tuding dan saling tunjuk hidung. Sebagai akibatnya, meminjam argumen Rosabeth Moss Kanter dari Harvard, banyak organisasi terkena penyakit NIH (not in here).

Keinginan Itu Membutakan by Gede Prama

Keinginan Itu Membutakan
Salah satu acara tetap yang diadakan oleh pengelola web site saya adalah chatting. Diantara sekian chatting yang sudah berlalu, topik yang mendatangkan pengunjung paling banyak adalah topik ‘hidup ini indah’. Sebagaimana biasa, selalu ada pro-kontra dalam setiap wacana. Saya tidak perlu lagi menjelaskan alasan-alasan orang yang pro terhadap konsep hidup ini indah. Terutama, karena sudah teramat jelas bagi saya. Akan tetapi, tidak sedikit orang yang menganggap saya ‘melebih-lebihkan’ kenyataan tentang hidup ini indah. Secara lebih khusus, mereka yang kurang terhibur oleh film Italia dengan judul Life Is Beautiful.

Tulisan ini bukan pledoi. Hanya renungan lebih lanjut dari pemikiran saya terdahulu tentang hidup ini indah. Mungkin saja tuduhan orang benar, bahwa saya suka melebih-lebihkan. Dan pengalaman yang berbeda bisa membawa kesimpulan yang berbeda juga. Di tengah pro-kontra ini, izinkan saya memperjelas lagi argumen-argumen terdahulu.

Coba cermati tempat Anda duduk saat ini. Dengan jabatan, kesehatan, uang, serta dukungan keluarga yang Anda miliki saat ini – sekali lagi saat ini. Saya tidak tahu posisi Anda dalam hal ini. Saat tulisan ini dibuat, ada problema dalam jabatan yang saya duduki. Kesehatan saya lumayan bagus. Uang tergantung pembandingnya. Dukungan keluarga saya, syukur alhamdulilah. Dan duduk di rumah di pinggir kali yang anginnya sedang bertiup kencang.

Gede Prama MBA


Gede Prama adalah satu lagi motivator yang saya kagumi selain Mario teguh. Hampir sama dengan Mario Teguh, pak Gede Prama ( mungkin seharusnya Gde Prama ) memiliki pembawaan yang tenang dan menghanyutkan. Kata-kata yang keluar selalu dipikirkan masak-masak dan meneduhkan bagi yang mendengarnya.
Untuk itu saya mencoba untuk menulis artikel tentang beliau yang saya rangkum dari berbagai sumber. Mudah-mudahan pembaca jualanbuku.com mendapatkan informasi tentang siapa sebenarnya pak Gede Prama. Selamat membaca.

Masa kecil pak Gede Prama

Pak Gede Prama lahir di Desa Tujan yang terletak di Bali bagian Utara. Sejak kecil beliau merupakan pribadi yang patut akan hukum atau ada yang berlaku di sekitarnya. Jiwa pemberontak mungkin jauh dari kepribadiannya. Ini terlihat ketika orang tuanya sering mengumpulkan anak-anaknya untuk diberikan wejangan, Gede Prama tidak kabur seperti yang dilakukan kakak-kakaknya.
Sikap Gede Prama ini bukan berarti pesimistis terhadap lingkungan atau lebih suka nrimo daripada bereaksi. Beliau sebenarnya melatih pikirannya agar selalu berpikir positif. Walaupun menurut beliau hal ini tidak bisa tercipta secara langsung, untuk itu ia selalu melatihnya terus menerus.

About Mario Teguh


Biodata

Nama Asli: Sis Maryono Teguh (Mario Teguh)
Tempat/ Tanggal Lahir: Makasar, 5 Maret 1956
Agama: Islam
Istri: Linna Teguh
Anak: Audrey
Pendidikan
* New Trier West High (setingkat SMA) di Chicago, AS, 1975
* Jurusan Linguistik & Pelajaran Bahasa Inggris, IKIP Malang (S-1)
* Jurusan Interaksi Bisnis, Sophia University, Tokyo, Jepang
* Indiana University, Amerika Serikat, 1983 (Operations System, MBA)

Pengalaman Profesional

* Citibank Indonesia (1983 - 1986) as Head of Sales
* BSB Bank (1986 - 1989) as Manager Business Development
* Aspac Bank (1990 - 1994) as Vice President Marketing & Organization Development
* Exnal Corp Jakarta (1994 - present) as CEO, Senior Consultant

Spesialisasi

Business Effectiveness Consultant

Buku:

* Becoming a Star (2006)
* One Million Second Chances (2006)